KARYA TULIS ILMIAH
“KASUS BURUH MARSINAH”
“KASUS BURUH MARSINAH”
DISUSUN OLEH :
INAYAH NURCAHYANI
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah merupakan satu kata yang
pantas diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang karena Bimbingan – Nya maka
kami dapat menyelesaikan sebuah karya tulis ilmiah dengan judul “Kasus nenek
marsinah”
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi
kasus dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan sebuah karya tulis
ilmiah yang dapat di pertanggung jawabkan hasilnya. Saya ucapkan terima kasih
kepada pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi berbagai
tantangan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan
yang mendasar dalam makalah ini. Oleh karena itu kritik dan sarn dari pembaca
yang bersifat membangun sangat saya harapkan
Terima kasih dan Semoga Makalah ini dapat
memberikan sumbangan positif bagi kita semua.
Bengkulu, 22 oktober 2016
Tim Penulis
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul……………………………………………………………………………………………………i
Kata
Pengantar……………………………..………………………………………………………… ii
Daftar isi
………………….…………………………………………………………………………… iii
Bab 1
Pendahuluan……………….……………………………………………………………………………1
Latar Belakang………………………………………………………………………………………
1
Rumusan
Masalah……………………..……………………………………………………………2
Tujuan…………….………………………….……………………………………………………….3
Manfaat……….……………………………….…………………………………………………….4
Bab 2
Pembahasan……………..………………………………………………………………………………
5
Mengenal
Siapa dan Kehidupan Marsinah…………………………………………………………..5
Penyelidikan
khusus pada Kasus Marsinah……………………………..………………………………. 6
Penemuan
Komnas HAM pada Kasus Marsinah……………………………………………… 7
Dasar
Hukum Pelanggaran HAM pada Kasus Marsinah…………………………….…………………8
Bab 3
Penutup………………………………………………………………………………………………………….
9
Kesimpulan…..…………………………………………………………………………………………
10
Saran……………………………………………………………………………………………………
11
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………………………… 12
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Pada pertengahan
April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya)—pabrik tempat kerja
Marsinah—resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur
Jawa Timur. Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk
menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu tersebut,
Pengurus PUK-SPSI PT. CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian untuk
membicarakan kenaikan upah sesuai dengan himbauan dalam Surat Edaran Gubernur.
Selanjutnya pada tanggal 3
Mei 1993 seluruh buruh PT. CPS tidak masuk kerja, kecuali staf dan para Kepala
Bagian. Hari itu juga, Marsinah pergi ke kantor Depnaker Surabaya untukmencari
data tentang daftar upah pokok minimum regional. Data inilah yang ingin
Marsinah perlihatkan kepada pihak pengusaha sebagai penguat tuntutan pekerja
yang hendak mogok.
Tanggal 4 Mei 1993 pukul
07.00 para buruh PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan.
Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama
memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik
menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Para satpam juga
mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para
pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa.
Aparat dari koramil dan
kepolisian sudah berjaga-jaga di perusahaan sebelum aksi berlangsung.
Selanjutnya, Marsinah meminta waktu untuk berunding dengan pengurus PT. CPS.
Perundingan berjalan dengan hangat. Dalam perundingan tersebut, sebagaimana
dituturkan kawan-kawannya. Marsinah tampak bersemangat menyuarakan tuntutan.
Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi tuntutan.
Khususnya tentang tunjangan tetap yang belum dibayarkan pengusaha dan upah minimum
sebesar Rp. 2.250,- per hari sesuai dengan kepmen 50/1992 tentang Upah Minimum
Regional. Setelah perundingan yang melelahkan tercapailah kesepakatan bersama.
Namun, pertentangan antara
kelompok buruh dengan pengusaha tersebut belum berakhir. Pada tanggal 5 Mei
1993, 13 buruh dipanggil kodim Sidoarjo. Pemanggilan itu diterangkan dalam
surat dari kelurahan Siring. Tanpa dasar atau alasan yang jelas, pihak tentara
mendesak agar ke-13 buruh itu menandatangani surat PHK. Para buruh terpaksa
menerima PHK karena tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari
kemudian menyusul 8 buruh di-PHK di tempat yang sama.
Marsinah bahkan sempat
mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang
sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah
lenyap. Marsinah marah saat mengetahui perlakuan tentara kepada kawan-kawannya.
Selanjutnya, Marsinah mengancam pihak tentara bahwa Ia akan melaporkan
perbuatan sewenang-wenang terhadap para buruh tersebut kepada Pamannya yang
berprofesi sebagai Jaksa di Surabaya dengan membawa surat panggilan kodim milik
salah seorang kawannya. Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak
diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat
pada tanggal 9 Mei 1993
2. RUMUSAN MASALAH
Secara umum, rumusan
masalah pada “Kasus Marsinah” ini dapat dirumuskan seperti pada
pertanyaan berikut :
1). Siapakah Marsinah itu?
2). Bagaimana Penyelidikan Kematian Marsinah?
3). Apa yang ditemukan oleh komnas HAM?
4). Apa saja Dasar hukum kasus pelanggaran HAM Marsinah?
1). Siapakah Marsinah itu?
2). Bagaimana Penyelidikan Kematian Marsinah?
3). Apa yang ditemukan oleh komnas HAM?
4). Apa saja Dasar hukum kasus pelanggaran HAM Marsinah?
3. TUJUAN
1.Bagi Penulis
Karya tulis ilmiah
ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh guru dalam mata pelajaran
sejarah. Lalu, bagi kami karya tulis ilmiah ini juga bisa digunakan untuk
menambah pengetahuan bagi pelajar, baik dalam belajar maupun kehidupan.
2. Bagi Pembaca
Karya tulis ilmiah
ini dimaksudkan untuk membahas Kasus pelanggaran HAM yaitu kematian sadis
Marsinah dan menambah ilmu pengetahuan mengenai HAM. Pembaca bisa juga
menggunakan karya tulis ilmiah ini untuk langkah menuju kehidupan yang lebih
baik, sehingga kedepannya tercipta sumber daya manusia yang unggull
3.Bagi Masyarakat
Supaya masyarakat
bisa lebih memahami tentang arti pelanggaran HAM sehingga dampak negatif yang
sudah ada bisa lebih di tinggalkan. Dan juga diharapkan agar realisasi kegiatan
positif terhadap adanya pendidikan moral yang semakin lebih baik.
4. MANFAAT
Supaya bisa menambah
wawasan tentang pemahaman pelanggaran ham yang berat. Lalu, bisa juga menjadi pelajaran bagi semua
orang bahwa kita sebagai masyarakat harus taat pada peraturan yang akhirnya
jadi pagar sekaligus semangat untuk lebih serius dan berkembang.
BAB 2
Pembahasan
5. Mengenal Siapa dan Kehidupan
Marsinah
Marsinah lahir
tanggal 10 April 1969. Anak nomor dua dari tiga bersaudara ini merupakan buah
kasih antara Sumini dan Mastin. Sejak usia tiga tahun, Marsinah telah ditinggal
mati oleh ibunya. Bayi Marsinah kemudian diasuh oleh neneknya—Pu’irah—yang
tinggal bersama bibinya—Sini—di desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur.
Pendidikan dasar
ditempuhnya di SD Karangasem 189, Kecamatan Gondang. Sedang pendidikan
menengahnya di SMPN 5 Nganjuk. Sedari kecil, gadis berkulit sawo matang
itu berusaha mandiri. Menyadari nenek dan bibinya kesulitan mencari kebutuhan
sehari-hari, ia berusaha memanfaatkan waktu luang untuk mencari penghasilan
dengan berjualan makanan kecil.
Di lingkungan
keluarganya, ia dikenal anak rajin. Jika tidak ada kegiatan sekolah, ia biasa
membantu bibinya memasak di dapur. Sepulang dari sekolah, ia biasa mengantar
makanan untuk pamannya di sawah. “Dia sering mengirim bontotan ke sawah untuk
saya. Kalau panas atau hujan, biasanya anak itu memakai payung dari pelepah
pisang,” kenang Suradji, pamannya Marsinah sambil menerawang. Berbeda dengan
teman sebayanya yang lebih suka bermain-main, ia mengisi waktu dengan kegiatan
belajar dan membaca. Kalaupun keluar, paling-paling dia hanya pergi untuk
menyaksikan siaran berita televisi.
Ketika menjalani masa
sekolah menengah atas, Marsinah mulai mandiri dengan mondok di kota Nganjuk.
Selama menjadi murid SMA Muhammadiyah, ia dikenal sebagai siswa yang cerdas.
Semangat belajarnya tinggi dan ia selalu mengukir prestasi dengan peringkat
juara kelas. Jalan hidupnya menjadi lain, ketika ia terpaksa harus menerima
kenyataan bahwa ia tidak punya cukup biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang
yang lebih tinggi. “Dia ingin sekolah di IKIP. Tapi, uang siapa untuk membiayai
di perguruan tinggi itu,” ujar kakek Marsinah.
Pergi meninggalkan
desa adalah sebuah langkah hidup yang sulit terelakan. Kesempatan kerja di
pedesaan semakin sempit. Kerja sebagai buruh tani makin kecil peluangnya.
Sekarang ani-ani—alat tradisional penuai padi—sudah berganti dengan sabit yang
lebih efisien dan tidak memerlukan jumlah tenaga kerja sebanyak sebelumnya.
Perkembangan teknologi semakin menyingkirkan para buruh tani. Tidak
mengherankan, bau keringat bercampur tanah sawah sudah tidak lagi memenuhi
udara pedesaan. Lenguhan sapi yang kelelahan membajak tanah semakin jarang
terdengar. Ia telah disingkirkan oleh deru mesin traktor.
Ujungnya adalah tidak
ada pilihan lagi selain pergi ke kota. Maka ia berusaha mengirimkan sejumnlah
lamaran ke berbagai perusahaan di Surabaya, Mojokerto, dan gresik. Akhirnya ia
diterima di pabrik sepatu BATA di Surabaya tahun 1989. setahun kemudian ia
pindah ke pabrik arloji Empat Putra Surya di Rungkut Industri, sebelum akhirnya
ia pindah mengikuti perusahaan tersebut yang membuka cabang di Siring, Porong,
Sidoarjo. Marsinah adalah generasi pertama dari keluarganya yang menjadi buruh
pabrik.
Kegagalan meneruskan
ke perguruan tinggi bukannya membuat semangat belajarnya padam. “Mbak Marsinah
berkeyakinan bahwa pengetahuan itu mampu mengubah nasib seseorang,” ujar salah
seorang temannya. Karena itu, untuk menambah pengetahuan dan keterampilan,
Marsinah mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris di Dian Institut,
Sidoarjo. Kursus komputer dengan paket Lotus dan Word Processor sempat
dirampungkan beberapa waktu sebelum ia meninggal.
Semangat belajar yang tinggi juga tampak dari kebiasaannya menghimpun rupa-rupa informasi. Ia suka mendengarkan warta berita, baik lewat radio maupun televisi. Minat bacanya juga tinggi. Saking senangnya membaca, ia terpaksa memakai kacamata. Pada waktu-waktu luang, ia seringkali membuat kliping koran. Malahan untuk kegiatan yang satu ini ia bersedia menyisihkan sebagian penghasilannya untukmembeli koran dan majalah bekas, meskipun sebenarnya penghasilannya pas-pasan untuk menutup biaya hidup.
Semangat belajar yang tinggi juga tampak dari kebiasaannya menghimpun rupa-rupa informasi. Ia suka mendengarkan warta berita, baik lewat radio maupun televisi. Minat bacanya juga tinggi. Saking senangnya membaca, ia terpaksa memakai kacamata. Pada waktu-waktu luang, ia seringkali membuat kliping koran. Malahan untuk kegiatan yang satu ini ia bersedia menyisihkan sebagian penghasilannya untukmembeli koran dan majalah bekas, meskipun sebenarnya penghasilannya pas-pasan untuk menutup biaya hidup.
Ia dikenal sebagai seorang pendiam,
lugu, ramah, supel, tingan tangan dan setia kawan.
Ia sering dimintai nasihat mengenai berbagai persoalan yang dihadapi kawan-kawannya. Kalau ada kawan yang sakit, ia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk. Selain itu ia seringkali membantu kawan-kawannya yang diperlakukan tidak adil oleh atasan. Ia juga dikenal sebagai seorang pemberani.
Ia sering dimintai nasihat mengenai berbagai persoalan yang dihadapi kawan-kawannya. Kalau ada kawan yang sakit, ia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk. Selain itu ia seringkali membantu kawan-kawannya yang diperlakukan tidak adil oleh atasan. Ia juga dikenal sebagai seorang pemberani.
6. Penyelidikan Khusus Pada Kasus
Marsinah
Tanggal 30 September
1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab
Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim
dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS
(Yudi Susanto, 45 tahun, pemilik pabrik PT CPS Rungkut dan Porong; Yudi Astono,
33 tahun, pemimpin pabrik PT CPS Porong; Suwono, 48 tahun, kepala satpam pabrik
PT CPS Porong; Suprapto, 22 tahun, satpam pabrik PT CPS Porong; Bambang
Wuryantoyo, 37 tahun, karyawan PT CPS Porong; Widayat, 43 tahun, karyawan dan
sopir di PT CPS Porong; Achmad Sutiono Prayogi, 57 tahun, satpam pabrik PT CPS
Porong; Karyono Wongso alias Ayip, 37 tahun, kepala bagian produksi PT CPS
Porong) ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk
Mutiari, 26 tahun, selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan
yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di
sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang
yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat
untuk membunuh Marsinah.
Baru 18 hari kemudian,
akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan
terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi,
mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam
pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim
Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan
terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan
tersebut adalah Anggota TNI. Pasal yang dipersangkakan Penyidik Polda Jatim
terhadap para tersangka dalam Kasus Marsinah tersebut antara lain Pasal 340
KUHP, 255 KUHP, 333 KUHP, hingga 165 KUHP jo Pasal 56 KUHP.
Hasil penyidikan polisi
ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah
dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa
lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita,
Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS)
mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi
Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu
dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan
Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat
kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala
dakwaan (bebas murni) Jaksa / Penuntut Umum. Putusan Mahkamah Agung RI
tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga
muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".
7. Temuan Komnas HAM
Tim Komnas HAM dalam
penyelidikan awal melihat ada indikasi keterlibatan tiga anggota militer dan
seorang sipil dalam kasus pembunuhan Marsinah. Salah satu
anggota Komnas HAM Irjen Pol. (Purn) Koesparmono Irsan mengemukakan,
agar kasus itu bisa terungkap harus ada keterbukaan semua pihak
dengan berlandaskan hukum, bukan masalah politik. Ia beranggapan, jika masalah
itu dibuka secara tuntas maka kredibilitas siapa saja akan terangkat.
"Yang jelas Marsinah itu dibunuh bukan mati dhewe, tentu ada
pelakunya, mari kita buka dengan legawa. Makin terbuka sebetulnya kredibilitas
siapa saja makin terangkat. Tidak ada keinginan menjelekkan yang lain,"
katanya.
Ia mengakui bahwa kasus yang sudah terjadi tujuh tahun lalu itu hampir mendekati kedaluwarsa untuk diproses secara hukum. Kendala yang dihadapi kepolisian saat ini adalah masalah pengakuan dari semua pihak. "Mau nggak mengakui sesuatu yang memang terjadi. Makanya saya kembalikan, mari tegakkan hukum, jangan politiknya. Kalau hukum itu 'kan tidak mengenal Koesparmono, atau pangkatnya apa, tetapi yang ada adalah orang yang melakukan. Kalau ini dibawa ke suatu arena politik yang ada solidaritas politik," katanya.
Ia mengakui bahwa kasus yang sudah terjadi tujuh tahun lalu itu hampir mendekati kedaluwarsa untuk diproses secara hukum. Kendala yang dihadapi kepolisian saat ini adalah masalah pengakuan dari semua pihak. "Mau nggak mengakui sesuatu yang memang terjadi. Makanya saya kembalikan, mari tegakkan hukum, jangan politiknya. Kalau hukum itu 'kan tidak mengenal Koesparmono, atau pangkatnya apa, tetapi yang ada adalah orang yang melakukan. Kalau ini dibawa ke suatu arena politik yang ada solidaritas politik," katanya.
Temuan lain Komnas HAM
yaitu dalam proses penangkapan dan penahanan para terdakwa dalam Kasus Marsinah
itu melanggar hak asasi manusia. Bentuk pelanggaran yang disebutnya
bertentangan dengan KUHAP itu, antara lain, adanya penganiayaan baik fisik
maupun mental. Komnas HAM mengimbau, pelaku penganiayaan itu diperiksa dan
ditindak.
8. Dasar Hukum Pelanggaran HAM Kasus
Marsinah
A. Dasar Yuridis
a. Pasal 1 butir ke-1
UU No. 39 tahun 1999
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum dan Pemerintah, dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.
b. Pasal 1
butir ke-6 UU No. 39 tahun 1999
Pelanggaran hak asasi manusia
adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja maupun tidak sengaja,
atau kelalaian yang secara melawan
hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi, dan atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh
Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan
benar, berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku.
c. Pasal 9
butir ke-1 UU No. 39 tahun 1999
Setiap orang berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup dan meningkatkan
taraf kehidupannya.
BAB 3
9. PENUTUP
Demikianlah
yang dapat saya sampaikan mengenai materi
yang telah menjadi bahasan dalam karya tulis
ilmiah ini. Tentu juga karya tulis ilmiah ini banyak kesalahan karena terbatasnya
pengetahuan kami (penulis) serta rujukan atau referensi yang
kami (penulis) peroleh. Kami berharap kritik dan saran yang bersifat
membangun dan lugas dari pembaca untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
10. KESIMPULAN
Marsinah adalah salah
seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa
buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat
dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul
Angin Sidoarjo. 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando
Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.
4 Mei 1993, para buruh
mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan
upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per
hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang
absen.Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama
rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan.
Marsinah menjadi
salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan
dengan pihak perusahaan. Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13
buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer
(Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS.
Mereka dituduh telah
menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat
mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang
sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah
lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh
rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei
1993.
11. SARAN
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu
mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga
harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak
oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan
mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.
12. DAFTAR PUSTAKA
http://muko-simbolon.blogspot.co.id/2012/12/masalah-kasus-marsinah.html
http://www.kompasiana.com/asrinayuni/kasus-marsinah_54f5d2f2a33311d6508b45b4
No comments: